Wijen (Sesamum indicum L.) adalah semak semusim yang termasuk dalam famili Pedaliaceae. Tanaman ini dibudidayakan sebagai sumber minyak nabati, yang dikenal sebagai minyak wijen yang diperoleh dari ekstraksi bijinya. Wijen mendapat julukan “The Queen of Oil Seeds Crops” yang mencerminkan biji wijen memiliki kandungan gizi yang tinggi dan berdampak positif bagi konsumennya. Minyak nabati ini banyak digunakan untuk aneka industri, seperti industri makanan, kosmetik, farmasi dan lain-lain. Sedangkan bungkilnya dapat digunakan sebagai campuran pakan ternak. Minyak wijen sangat baik untuk dikonsumsi sehari-hari karena merupakan salah satu minyak nabati yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh tinggi yang mencapai 84 %. Asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat dan linoleat yang diperlukan untuk dapat berlangsungnya fungsi dan pertumbuhan normal semua jaringan.
Nilai ekonomi wijen cukup tinggi, harga pada bulan Juni 2008 mencapai Rp 22.000/kg. Menurut data FAO tahun 2010 tanaman wijen dibudidayakan hampir di seluruh dunia, ada tiga negara utama penghasil wijen dengan produksinya yaitu Myanmar 722.900 ton, India 623.000 ton, dan China 587.947 ton per tahun. Sementara di Indonesia produksi nasional wijen pada tahun 2005 hanya sebesar 1.853 ton (0,06 % dari produksi dunia).
Tanaman wijen yang merupakan salah satu dari 127 komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan ini mempunyai beberapa keunggulan seperti tahan kering, mutu biji tetap baik walaupun ditanam pada lahan kurus dan dapat dibudidayakan secara ekstensif, mempunyai nilai ekonomi yang relatif tinggi dan dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain. Di Indonesia, wijen dibudidayakan di sentra pengembangan di lahan kering pada musim penghujan terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Lampung. Produktivitas di tingkat petani masih sangat rendah yaitu ± 465 kg/ha. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi wijen nasional adalah dengan cara penggunaan varietas unggul dan penerapan teknik budidaya yang tepat. Saat ini varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah adalah Varietas Sumberejo-1/Sbr-1 (No. SK 722/Kpts/TP.240/7/1997 Tanggal 21 Juli 1997), Sumberejo-2/Sbr-2 (No. SK 723/Kpts/TP.240/7/1997 Tanggal 21 Juli 1997), dan Sumberejo-3/Sbr-3 (No. SK 113/Kpts/SR.120/2/2007 Tanggal 20 Pebruari 2007) yang semuanya untuk lahan kering. Potensi produksi ketiga varietas tersebut sebesar 1,3 ton/ha dengan umur panen 90—110 hari. Adapun untuk lahan sawah sesudah padi varietas unggul yang direkomendasikan adalah Sumberejo-4/Sbr-4 (No. SK 114/ Kpts/SR.120/2/2007 Tanggal 20 Pebruari 2007). Varietas yang dilepas tahun 2007 ini memiliki potensi produksi 1,2 ton/ha dengan umur panen 75—85 hari.
Tanaman wijen saat ini mulai berkembang di lahan sawah sesudah padi. Namun ketersediaan varietas wijen untuk lahan tersebut masih terbatas. Kebutuhan akan varietas tersebut juga harus disertai dengan peningkatan produktivitas tanaman sehingga perakitan varietas unggul melalui serangkaian penelitian telah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Puslitbang Perkebunan sejak tahun 1999. Serangkaian penelitian tersebut menghasilkan 3 galur harapan/unggul yang memiliki kesesuaian untuk mendukung pengembangan wijen di lahan sawah sesudah padi.
Melalui Sidang Pelepasan Varietas Tahap I pada Bulan Mei 2012 ketiga galur tersebut dinyatakan lulus dan dapat direlease sebagai varietas unggul baru. Ketiga galur tersebut :
· Galur 99002/7/3 dengan nama Winas-1 (Wijen Nasional-1 lahan sawah sesudah padi)
· Galur 99001/9/1 dengan nama Winas-2 (Wijen Nasional-2 lahan sawah sesudah padi)
· Galur 99003/11/10 dengan nama Winas-3 (Wijen Nasional-3 lahan sawah sesudah padi)
Winas-1 memiliki potensi produksi maksinal 2.222 kg/ha dengan umur panen 101 hari dan kadar minyak sebesar 50,88%, varietas ini stabil dikembangkan di semua daerah pengembangan. Winas-2 memiliki potensi produksi maksinal 1.933 kg/ha dengan umur panen 102 hari dan kadar minyak sebesar 49,83%, varietas ini stabil dikembangkan di semua daerah pengembangan. Winas-3 memiliki potensi produksi maksinal 1.874 kg/ha dengan umur panen 98 hari dan kadar minyak sebesar 48,82%, varietas ini spesifik dikembangkan di daerah pengembangan yang memiliki kesamaan agroekosistem.
Secara lebih lengkap deskripsi ketiga varietas tersebut seperti tabel di bawah ini :
No | Karakter | Winas-1 | Winas-2 | Winas-3 |
1 | Asal | Persilangan Sbr-1 dengan SI-22 (Bokor, Ngawi) | Persilangan Sbr-1 dengan SI-13 (Randu Agung, Lumajang) | Persilangan Sbr-1 dengan SI-26 (Pitu, Ngawi) |
2 | Tipe pertumbuhan | Indeterminate | Indeterminate | Indeterminate |
3 | Percabangan | Bercabang | Bercabang | Bercabang |
4 | Posisi percabangan | Bawah dan tengah ke atas | Bawah dan tengah ke atas | Bawah dan tengah ke atas |
5 | Tinggi tanaman (cm) | 113 – 146 | 111 – 144 | 105 – 138 |
6 | Waktu berbunga pertama | 36 hari | 38 hari | 33 hari |
7 | Umur panen | 110 hari ± 4 hari | 102 hari ± 4 hari | 98 hari ± 4 hari |
8 | Jumlah ruang kapsul | 4 ruang | 4 ruang | 4 ruang |
9 | Panjang kapsul (cm) | Pendek (2,37 ± 0,144) | Pendek (2,63 ± 0,094) | Pendek (2,41 ± 0,145) |
10 | Lebar maksimum kapsul (cm) | Sedang (1.30 ± 0,159) | Sedang (1.54 ± 0,109) | Sedang (1.31 ± 0,141) |
11 | Rata-rata jumlah kapsul per tanaman | 130 | 120 | 116 |
12 | Rata-rata berat 1.000 biji | 3,17 gram | 3,30 gram | 3,06 gram |
13 | Kadar minyak (%) | 50,88 | 49,83 | 48,82 |
14 | Potensi produksi (kg/ha) | Rata-rata 1.471 Maksimum 2.222 | Rata-rata 1.436 Maksimum 1.933 | Rata-rata 1.412 Maksimum 1.874 |
15 | Ketahanan terhadap : |
|
- Phytopthora | Rentan | Agak rentan | Moderat tahan |
- P. latus | Rentan | Moderat tahan | Moderat tahan |
| | | | | |
Saat ini penangkaran benih penjenis untuk ketiga varietas tersebut telah dilakukan di Nganjuk Jawa Timur pada tahun 2011 dan dihasilkan benih dasar masing-masing sebanyak 50 kg.
Muhamad Subhi, STP
(PBT Direktorat Tanaman Semusim)